juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya.Bahkan ada pameo yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok pesantren di tanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di antara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, dan Darul Ulum (Rejoso).
Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang
merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono,
Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi, Kecamatan
Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali
dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung, Mojowarno,
Mojojejer, Mojotengah, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu
peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan
Bareng. sekilasjombang.blogspot.com
Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di
kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. sekilasjombang.blogspot.com
Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring
dengan melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belanda menjadikan
Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang
kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda. Etnis Tionghoa juga
berkembang; Kelenteng Hong San Kiong di Gudo, yang konon didirikan pada
tahun 1700 masih berfungsi hingga kini. Hingga kini pun masih ditemukan
sejumlah kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa dan Arab. sekilasjombang.blogspot.com
Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula
wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu
residen di dalam Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan (di mana
merupakan pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalam kawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang. sekilasjombang.blogspot.com
Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang
memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal akan Garis Wallace, pernah
mengunjungi dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman
hayati Indonesia. sekilasjombang.blogspot.com
Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri
dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Soeroadiningrat
sebagai Bupati Jombang pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah
Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme.
Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia,
seperti KH Hasyim Asy’ari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat
ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggota BPUPKI termuda,
serta Menteri Agama RI pertama). sekilasjombang.blogspot.com
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang
sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. sekilasjombang.blogspot.com
Saat ini penentuan kelahiran Kabupaten Jombang masih dilakukan riset
(penelitian) oleh Tim yang dibentuk oleh Pemkab Jombang, sebagian besar
dari UGM Jogjakarta. Dan insyaAlloh tahun 2013 bisa segera dilakukan
untuk pertama kalinya peringatan Hari Ulang Tahun berdirinya Kabupaten
Jombang. sekilasjombang.blogspot.com
Berikut ini adalah tanggal lahir yang masih jadi perdebatan oleh sejarahwan jombang setelah dilakukan penelitian
yang pertama 3 April 1022
yang kedua 6 november 1041
Tanggal 3 april 1022 di dasarkan prasasti munggut yang dikeluarkan Sri
Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga
Anatawikramottunggadewa pada tanggal 14 krsnapaksa bulan caitra tahun
944 saka. sedangkan tanggal 6 november 1041 yang didasarkan pada
prasasti pucangan berbahasa jawa kuna (kuno) yang dikeluarkan oleh Sri
Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga
Anantawikramottunggadewa pada tanggal 10 suklapak'a bulan kartika tahun
963 saka.
Kedua tanggal itulah yang memiliki kandidat besar untuk menjadi tanggal
lahir kota jombang, Semoga para sejarahwan kota jombang segera
memutuskan kapan lahir kota jombang. Karena masyarakat kota jombang
sudah sangat ingin merayakan hari jadi kota jombang.
Setelah terkatung-katung beberapa tahun, Kabupaten Jombang akhirnya
berhasil menyepakati hari jadinya, yakni 3 April 1022. Tanggal tersebut
dipilih berdasarkan Prasasti Munggut, yakni prasasti yang berada di
Dusun Sumbergurit, Desa Katemas, Kecamatan Kudu Jombang.
Kesepakatan tersebut tercapai setelah tim peneliti Hari Jadi Jombang dari Arkenas (Arekologi Nasional) memaparkan hasil penelitiannya. Sedangkan audiens yang hadir meliputi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) serta sejumlah tokoh setempat.
Titi Surti Nastiti, tim peneliti yang juga ahli arkeologi dan epigrafi Pusat Arkeologi Nasional, untuk menelusuri hari jadi Jombang pihaknya melakukan penelitian di sejumlah tempat. “Termasuk meneliti sejumlah artefak dan prasasti peninggalan zaman Mpu Sindok dan Raja Airlangga. Karena di Jombang memang banyak sekali peninggalan dua raja itu,” kata Nastiti di hadapan forum, Kamis (14/11/2013).
Nastiti kemudian menyebut sejumlah prasasti menjadi obyek penelitian tim. Diantaranya, prasasti Poh Rinting (peninggalan Mpu Sindok, 28 Oktober 929 M) di Desa Glahan Kecamatan Perak, prasasti Munggut di Dusun Sumbergurit, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, prasasti Geweg di Kecamatan Peterongan, prasasti Kasumbyan (peninggalan Airlangga) di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, serta prasasti Sendang Made di Desa Made Kecamatan Kudu.
Seluruh prasasti tersebut merupakan peninggalan Mpu Sindok dan Airlangga. Artinya, keberadaan Jombang sendiri jauh sebelum kerajaan Majapahit ada. Namun dari seluruh prasasti tersebut yang masih utuh adalah prasasti Munggut. Yakni tulisan huruf kuno masih terbaca, selain itu juga lengkap dengan tanggal, bulan serta tahun.
Nastiti mengungkapkan, prasasti Munggut bertulisan Jawa kuno peninggalan massa Kerajaan Airlangga sekitar tahun 1022 M. Isinya, diantaranya tentang hak istimewa warga desa setempat bebas dari pajak yang diberikan kerajaan pada massa tersebut. Nastiti juga meyakini bahwa lokasi sekitar prasasti itu dulunya tempat istimewa bagi kerajaan. Karena tidak jauh dari prasasti Munggut, juga terdapat dua prasasti lain, salah satunya adalah prasasti Kasubyan.
Kondisi itu semakin klop dengan ditemukannya sejumlah genting kuno, pecahan keramik Cina, lumpang-lumpang batu, pipisan, umpak-umpak kuna dalam berbagai ukuran, serta bangunan irigasi zaman kerajaan. “Jadi kita menyimpulkan bahwa hari jadi Jombang berdasarkan prasasti Munggut, 3 April 1022. Karena memang prasasti tersebut data tekstualnya masih utuh,” ujarnya.
Sementara itu, Dwi Cahyono, peneliti lainnya mengatakan, salah satu prasasti di Desa Katemas juga menyebut nama Madander. Nah, nama Madander ini diyakini sebagai nama Dusun Bedander Desa Sumbergondang, Kecamatan Kabuh. Tempat itulah yang diduga dijadikan tempat Gajahmada menyenbunyikan Raja Jayanegara dari pemberontakan Rakuti.
Dalam arti, lanjut Dwi, wailayah utara Sungai Brantas Jombang banyak merekam momentum historis pada masa lalu. Jadi Dwi jiga mengamini kalau hari jadi Jombang didasarkan pada prasarti Munggut. “Memang nama Bedander juga ada di Bojonegoro, namun kawasan itu terlalu jauh dari Majapahit,” tambahnya.
Dia beralasan, saat itu Gajahmada sempat mengirim telik sandi ke pusat Kota Majapahit untuk melihat situasi kota raja. Telik sandi tersebut hanya diberi waktu setengah hari untuk memberikan laporan. “Kalau Bedander itu berada di Bojonegoro secara otomatis tidak cukup menempuh perjalanan setengah hari. Jadi yang paling tepat Bedander berada di Kabuh Jombang,” ungkapnya.
Setelah dipaparkan secara panjang lebar, akhirnya forum menyepakati Hari Jadi Jombang 3 April 1022. Selanjutnya, ditanda tangani berita acara kesepakatan itu. “Hasil kesepakatan ini akan kita jadikan acuan untuk mengajukan perda hari jadi Jombang. Insya Allah, tahun 2014 kita sudah bisa memperingati hari jadi Jombang,” kata Yudi Andrianto, Kepala Bappeda Jombang.
Kesepakatan tersebut tercapai setelah tim peneliti Hari Jadi Jombang dari Arkenas (Arekologi Nasional) memaparkan hasil penelitiannya. Sedangkan audiens yang hadir meliputi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) serta sejumlah tokoh setempat.
Titi Surti Nastiti, tim peneliti yang juga ahli arkeologi dan epigrafi Pusat Arkeologi Nasional, untuk menelusuri hari jadi Jombang pihaknya melakukan penelitian di sejumlah tempat. “Termasuk meneliti sejumlah artefak dan prasasti peninggalan zaman Mpu Sindok dan Raja Airlangga. Karena di Jombang memang banyak sekali peninggalan dua raja itu,” kata Nastiti di hadapan forum, Kamis (14/11/2013).
Nastiti kemudian menyebut sejumlah prasasti menjadi obyek penelitian tim. Diantaranya, prasasti Poh Rinting (peninggalan Mpu Sindok, 28 Oktober 929 M) di Desa Glahan Kecamatan Perak, prasasti Munggut di Dusun Sumbergurit, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, prasasti Geweg di Kecamatan Peterongan, prasasti Kasumbyan (peninggalan Airlangga) di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, serta prasasti Sendang Made di Desa Made Kecamatan Kudu.
Seluruh prasasti tersebut merupakan peninggalan Mpu Sindok dan Airlangga. Artinya, keberadaan Jombang sendiri jauh sebelum kerajaan Majapahit ada. Namun dari seluruh prasasti tersebut yang masih utuh adalah prasasti Munggut. Yakni tulisan huruf kuno masih terbaca, selain itu juga lengkap dengan tanggal, bulan serta tahun.
Nastiti mengungkapkan, prasasti Munggut bertulisan Jawa kuno peninggalan massa Kerajaan Airlangga sekitar tahun 1022 M. Isinya, diantaranya tentang hak istimewa warga desa setempat bebas dari pajak yang diberikan kerajaan pada massa tersebut. Nastiti juga meyakini bahwa lokasi sekitar prasasti itu dulunya tempat istimewa bagi kerajaan. Karena tidak jauh dari prasasti Munggut, juga terdapat dua prasasti lain, salah satunya adalah prasasti Kasubyan.
Kondisi itu semakin klop dengan ditemukannya sejumlah genting kuno, pecahan keramik Cina, lumpang-lumpang batu, pipisan, umpak-umpak kuna dalam berbagai ukuran, serta bangunan irigasi zaman kerajaan. “Jadi kita menyimpulkan bahwa hari jadi Jombang berdasarkan prasasti Munggut, 3 April 1022. Karena memang prasasti tersebut data tekstualnya masih utuh,” ujarnya.
Sementara itu, Dwi Cahyono, peneliti lainnya mengatakan, salah satu prasasti di Desa Katemas juga menyebut nama Madander. Nah, nama Madander ini diyakini sebagai nama Dusun Bedander Desa Sumbergondang, Kecamatan Kabuh. Tempat itulah yang diduga dijadikan tempat Gajahmada menyenbunyikan Raja Jayanegara dari pemberontakan Rakuti.
Dalam arti, lanjut Dwi, wailayah utara Sungai Brantas Jombang banyak merekam momentum historis pada masa lalu. Jadi Dwi jiga mengamini kalau hari jadi Jombang didasarkan pada prasarti Munggut. “Memang nama Bedander juga ada di Bojonegoro, namun kawasan itu terlalu jauh dari Majapahit,” tambahnya.
Dia beralasan, saat itu Gajahmada sempat mengirim telik sandi ke pusat Kota Majapahit untuk melihat situasi kota raja. Telik sandi tersebut hanya diberi waktu setengah hari untuk memberikan laporan. “Kalau Bedander itu berada di Bojonegoro secara otomatis tidak cukup menempuh perjalanan setengah hari. Jadi yang paling tepat Bedander berada di Kabuh Jombang,” ungkapnya.
Setelah dipaparkan secara panjang lebar, akhirnya forum menyepakati Hari Jadi Jombang 3 April 1022. Selanjutnya, ditanda tangani berita acara kesepakatan itu. “Hasil kesepakatan ini akan kita jadikan acuan untuk mengajukan perda hari jadi Jombang. Insya Allah, tahun 2014 kita sudah bisa memperingati hari jadi Jombang,” kata Yudi Andrianto, Kepala Bappeda Jombang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar